WTP dan WDP Bukan Suatu Jaminan Yang Mana Daerah Terkait Bersih Dari KKN

AIRMADIDI- Pernyataan kurang sedap kembali terlontar dari bibir seorang Rinto Rahman, aktivis asal Likupang Raya saat memberi tanggapan tentang perolehan opini Wajar Dalam Pengecualian (WTP) yang ditorehkan Pemerintah Kabupaten Minahasa Utara beberapa hari yang lalu.
“Masyarakat sering bertanya, mengapa pada kementerian tertentu terjadi korupsi padahal laporan keuangannya memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK-RI. Opini WTP dari BPK bagi saya bukanlah barometer yang memastikan sebuah roda pemerintahan daerah itu bersih dari budaya penggerogotan uang negara. WTP Aja Punya Potensi Korupsi, Apalagi Hanya WDP,” tuturnya Jumat (12/6).

Bagi Ketua LSM Lembaga Anti Korupsi, Pemantau, Pemerhati Negara (LAKPPN) itu, Opini WTP dan WDP hanya kamuflase sebuah sarana yang dijadikan tameng oleh pihak tertentu atas laporan keuangannya. 
“BPK perlu menjelaskan kepada masyarakat atau para pemilik kepentingan (stakeholders) mana didalam menjalankan tugasnya, ada tiga jenis pemeriksaan yang dilaksanakan oleh BPK yaitu, pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu,” semburnya.
Pemeriksaan keuangan dimaksudkan, lanjut Rinto, untuk memberikan opini apakah laporan keuangan sudah disajikan secara wajar sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). 
“Sementara, pemeriksaan kinerja dimaksudkan untuk menilai apakah pelaksanaan suatu program atau kegiatan entitas sudah ekonomis, efisien, dan efektif,” bebernya. 
Sedangkan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), kata dia lagi,  adalah pemeriksaan selain dua jenis tersebut, termasuk disini adalah pemeriksaan investigatif untuk mengungkap adanya kecurangan (fraud) atau korupsi, pemeriksaan lingkungan, pemeriksaan atas pengendalian intern, dan lain-lain. 
“BPK dapat memberikan empat jenis opini, yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion), Tidak Memberikan Pendapat (TMT/Disclaimer opinion) dan Tidak Wajar (TW/Adverse opinion). Opini WTP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai dan tidak ada salah saji yang material atas pos-pos laporan keuangan,” urai Rinto Rahman. 
Dirinya juga mengatakan, secara keseluruhan laporan keuangan telah menyajikan secara wajar sesuai dengan SAP. Opini WDP diberikan dengan kriteria: sistem pengendalian internal memadai, namun terdapat salah saji yang material pada beberapa pos laporan keuangan. 
“Laporan keuangan dengan opini WDP dapat diandalkan, tetapi pemilik kepentingan harus memperhatikan beberapa permasalahan yang diungkapkan auditor atas pos yang dikecualikan tersebut agar tidak mengalami kekeliruan dalam pengambilan keputusan. Opini TMP diberikan apabila terdapat suatu nilai yang secara material tidak dapat diyakini auditor karena ada pembatasan lingkup pemeriksaan oleh manajemen sehingga auditor tidak cukup bukti dan atau sistem pengendalian intern yang sangat lemah. Dalam kondisi demikian auditor tidak dapat menilai kewajaran laporan keuangan. Misalnya, auditor tidak diperbolehkan meminta data-data terkait penjualan atau aktiva tetap, sehingga tidak dapat mengetahui berapa jumlah penjualan dan pengadaan aktiva tetapnya, serta apakah sudah dicatat dengan benar sesuai dengan SAP,” katanya. 
Lebih jauh Rinto mengatakan yang mana auditor tidak bisa memberikan penilaian apakah laporan keuangan WTP, WDP, atau TW. Adapun opini TW diberikan jika system pengendalian internal tidak memadai dan terdapat salah saji pada banyak pos laporan keuangan yang material. 
Dengan demikian secara keseluruhan laporan keuangan tidak disajikan secara wajar sesuai dengan SAP. Keempat jenis opini yang bisa diberikan oleh BPK tersebut dasar pertimbangan utamanya adalah kewajaran penyajian pos-pos laporan keuangan sesuai dengan SAP. Kewajaran disini bukan berarti kebenaran atas suatu transaksi. 
“Opini atas laporan keuangan tidak mendasarkan kepada apakah pada entitas tertentu terdapat korupsi atau tidak. Jika misalnya dalam pemeriksaan ditemukan proses pengadaan barang atau jasa yang menyimpang dari ketentuan, namun secara keuangan sudah dilaporkan sesuai dengan SAP, maka laporan keuangan bisa memperoleh opini WTP. Misalnya, entitas membeli mobil seharga Rp10 miliar, sesuai aturan harus dilaksanakan secara tender, namun entitas tersebut melakukan penunjukan langsung, jelas ini menyalahi aturan. Dalam laporan keuangan, entitas melaporkan pembelian mobil tersebut senilai Rp10 miliar, kemudian mencatat mobil tersebut dalam pos aktiva tetap,” jelasnya. 
Kepada medias ini, Rinto juga mengatakan yang mana penyajian laporan keuangan oleh entitas atas pembelian mobil tersebut sudah sesuai dengan SAP meskipun proses pengadaannya tidak sesuai dengan aturan. Untuk menilai apakah pembelian mobil tersebut sudah ekonomis, efisien, dan efektif, BPK bisa melakukan pemeriksaan kinerja. 
Jika dari pemeriksaan keuangan BPK sudah melihat ada indikasi penyimpangan terhadap aturan, BPK juga bisa melakukan pemeriksaan investigatif untuk menilai apakah ada korupsi disitu. 
“Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa opini WTP tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkutan tidak ada korupsi. Karena pemeriksaan laporan keuangan tidak ditujukan secara khusus untuk mendeteksi adanya korupsi. Namun demikian, BPK wajib mengungkapkan apabila menemukan ketidak patuhan atau ketidak patutan baik yang berpengaruh atau tidak berpengaruh terhadap opini atas laporan keuangan. Nah, apakah BPK-RI sudah menerapkan semua uraian dioatas sehingga berani menjamin keabsahan WTP maupun WDP,” pungkasnya. 
Menjadi pertanyaan, apakah pemerintah daerah di Sulut yang sudah menerima opini WTP dan WDP dari BPK memang sudah bebas tindakan korupsi?(**)

Tidak ada komentar:

Designed by ManadoWebHost.com | Copyright © 2015 Viva Manado